Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Fahri Hamzah Yakin Prabowo Jadi Presiden RI ke-8 dengan Fakta Seperti Ini

WAKIL Ketua DPR Fahri Hamzah semakin yakin pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bakal memenangi Pilpres 2019. Lewat ak...



WAKIL Ketua DPR Fahri Hamzah semakin yakin pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bakal memenangi Pilpres 2019.

Lewat akun Twitter @Fahrihamzah, Fahri Hamzah yakin Prabowo jadi Presiden.

Fahri punya alasan kenapa Prabowo Subianto bakal dilantik menjadi Presiden ke-8 RI, karena dari dulu Prabowo Subianto selalu dipanggil 08. 

"Penyingkiran @prabowo kali ini akan gagal. Dia akan dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8. Dari dulu dia dipanggil 08. Insya Allah ini akan jadi kenyataan. Dia akan memimpin dengan adil dan bijaksana, dia akan menjaga persatuan dan rekonsiliasi," tulis Fahri Hamzah, Jumat (29/3/2019).

Dikutip dari berbagai sumber, kode angka 08 memang kerap digunakan untuk menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

Kode tersebut ternyata paling sering digunakan oleh kalangan internal Partai Gerindra dan rekan-rekan Prabowo Subianto.

Penyebutan kode 08 untuk Prabowo Subianto yang merupakan mantan Pangkostrad tersebut, memang terbatas dan tak semua kalangan menggunakannya.

Kaus bola Prabowo Subianto pun bernomor 8, begitu pula pelat nomor mobilnya jika dijumlahkan hasilnya 8.

Ternyata, kode angka 08 merupakan sandi radio Prabowo Subianto saat masih aktif bertugas di TNI. Awalnya, Prabowo Subianto sempat memakai sandi Kancil dalam operasi di Timor Timur.

Sandi 08 disematkan kepada Prabowo Subianto ketika dirinya menjabat Wakil Komandan Jenderal Pasukan Khusus.

Sedangkan sandi 09 dipakai oleh Komandan Jenderal Kopassus Luhut Binsar Panjaitan, yang saat ini menjabat Menteri Bidang Koordinator Kemaritiman di Kabinet Kerja Jokowi-JK.

Saat Prabowo Subianto naik jabatan menggantikan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Danjen Kopassus, ia tidak memakai sandi 09, melainkan tetap mempertahankan sandi 08 hingga kini.

Sementara, di kultwit-nya hari ini, Fahri Hamzah melontarkan puja-puji kepada Prabowo Subianto.

Susah kalau jenderal gak pernah ke Medan perang...jadi pengecut...beraninya perang intelijen memakai fasilitas negara... Kata Mereka bikin perang total...ya perang memakai aparatur negara untuk melumpuhkan lawan dari belakang... waspada kawan2 tetap fokus ke depan..," tulisnya.

"Kalau Prabowo itu jenderal tempur, ia terjun ke Medan perang, terjun beneran pakai parasut...pertaruhkan nyawa, kata prajuritnya, "..dia kan mantu presiden, sebenarnya bisa menghindar...dia gak mau...dia turun ke battle pertaruhkan nyawa..." maka dia ksatria...," sambungnya.

Sebelumnya, sebelum debat Pilpres keempat digelar, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis hasil survei nasional elektabilitas pasangan capres dan cawapres jelang Pilpres 2019.

Berdasarkan hasil survei CSIS yang diikuti 1.960 responden dari 34 provinsi tersebut, pasangan Joko Widodo-Maruf Amin meraih elektabilitas 51,4 persen, unggul 18,1 persen dari Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang meraih 33,3 persen.

"Sementara yang belum menentukan pilihan 1,2 persen dan tidak jawab atau rahasia sebesar 14,1 persen," ujar peneliti CSIS Arya Fernandes, di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).

Arya menjelaskan, 20 hari jelang Pilpres 2019, basis suara kedua paslon sudah sangat mantap pada pilihannya.

Di kubu Jokowi-Maruf Amin, sebanyak 84,4 persen pemilihnya menyatakan sudah sangat mantap pada pilihannya, sedangkan 15,6 persen masih ragu-ragu atau masih bisa berpindah.

Di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebanyak 81,3 persen pemilihnya menyatakan sangat mantap, dan 18,7 persen lainnya masih bisa berpindah.

"Sehingga kemungkinan adanya migrasi suara dari satu paslon ke paslon lain dalam jumlah besar sulit terwujud," jelas Arya.

Di kubu Jokowi-Maruf Amin, sebanyak 84,4 persen pemilihnya menyatakan sudah sangat mantap pada pilihannya, sedangkan 15,6 persen masih ragu-ragu atau masih bisa berpindah.

Di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebanyak 81,3 persen pemilihnya menyatakan sangat mantap, dan 18,7 persen lainnya masih bisa berpindah.

"Sehingga kemungkinan adanya migrasi suara dari satu paslon ke paslon lain dalam jumlah besar sulit terwujud," jelas Arya.

Survei yang dilaksanakan pada 15-22 Maret 2019 itu menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sekitar 2,21 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen.

"Dalam melaksanakan survei kami lakukan dengan pertemuan tatap muka langsung dan mengajukan kuesioner, jadi bukan survei internet atau telepon," ungkapnya.

"Survei ini juga didanai secara mandiri dari Yayasan CSIS," sambungnya.

Anggap Sampah

Sebelumnya, Fadli Zon, anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, tidak ambil pusing soal hasil survei Charta Politika.

Teranyar, hasil survei Charta Politika menempatkan pasangan Jokowi-Maruf Amin unggul 53,6 persen dari pasangan Prabowo-Sandi yang hanya 35,4 persen.

Menurut Fadli Zon, lembaga survei Charta Politika tidak memiliki kredibilitas dalam menggelar survei, karena tidak menyatakan diri independen.

"Ya survei-survei itu seperti saya sering katakan itu tak kredibel. Mereka itu merupakan klien dan punya hubungan dengan paslon, kecuali mereka mengatakan independen,' ujar Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Lembaga survei yang merangkap menjadi konsultan politik salah satu pasangan calon tersebut, menurut Fadli Zon, dapat menjadi predator demokrasi.

Karena, katanya, mereka dibayar oleh salah satu pihak untuk menggelar survei. Sehingga, menurutnya ada konflik kepentingan dalam setiap survei yang digelar.

"Jadi mereka dibayar menjadi konsultan politik, dan yang dikerjakan itu adalah survei. Jadi survei ini satu manipulasi, karena mereka bekerja untuk keuntungan, bukan bekerja secara independen," paparnya.

Lembaga-lembaga survei tersebut, menurut Fadli Zon, kini sudah tidak bisa dipercaya.

Banyak hasil survei yang menurutnya meleset dari realita di lapangan, salah satunya saat Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

"Lembaga-lembaga survei seperti ini sudah susah dipercaya, dan kegagalannya sudah banyak, di pilkada DKI, Pilgub Jabar, Pilgub Jateng. Menurut saya survei-survei ini sampah lah," cetusnya. (*)

Kuliah Beasiswa..?? Klik Disini

Gambar : WartakotaLive.com
Sumber : WartakotaLive.com

Reponsive Ads