Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Denny Indrayana Punya Jurus Memenangkan Sengketa Pemilu di MK, Dipakai Bela Prabowo?

Denny Indrayana merupakan salah satu pengacara yang ditunjuk kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk mendaftarkan gugatan sengketa Pilpres ...



Denny Indrayana merupakan salah satu pengacara yang ditunjuk kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk mendaftarkan gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Makhakam Konstitusi (MK).

Denny Indrayana adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang pernah menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014).

Denny Indrayana juga pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (2010-2018).

Denny Indrayana juga merupakan salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Sebelum jadi Wakil Menteri, pada September 2008 hingga 2011, Denny Indrayana menjadi Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Sejak akhir 2018, Denny Indrayana mendirikan kantor advokat dan konsultan hukum INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society) di Jakarta.

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan tim kuasa hukum yang akan mendaftarkan gugatan ke MK terdiri dari empat orang.

Selain Denny Indrayana, ada juga nama Bambang Widjojanto, Irman Putra Sidin dan Rikrik Rizkian.

Bambang Widjojanto merupakan mantan Wakil Ketua KPK, Irman Putra Sidin merupakan seorang ahli tata hukum negara, dan Rikrik Rizkiyana merupakan advokat dan menjadi senior partner di Assegaf Hamzah & Partner Law Firm.

Jurus Menang di MK

Denny Indrayana sepertinya tahu betul jurus menang sengketa Pemilu di MK.

Hal ini sudah ia paparkan melalui sebuah buku berjudul "Strategi Memenangkan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi".

Buku karya Denny Indrayana itu dibedah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019) sore.

Kemunculan buku Denny Indrayana memang berdekatan dengan kontestasi Pemilu 2019.

Denny Indrayana menilai buku ini dapat menarik minat kalangan untuk mengetahui strategi dari pemenangan sengketa Pemilu.

Disampaikan dalam buku soal keberatan peserta pemilu yang merasa dirugikan hingga proses di MK adalah hukum konstitusional yang diatur UUD 1945.

"Sengketa pemilu di MK perlu dipersiapkan dengan profesional oleh semua peserta pemilu. Karena MK adalah penentu akhir sengketa hasil pemilu maka tidak berlebihan jika secara hukum dikatakan bahwa pemenang pemilu ditentukan oleh keputusan sembilan hakim MK," papar Denny dilansir Tribunnews.com.

Denny Indrayana mengatakan isi buku memuat tentang regulasi yang teserap ke dalam undang-undang MK, peraturan MK, dan peraturan KPU.

"Saya meramu jadi satu dengan tambahan teori ketatanegaraan dikomparasi sedikit ke dalam tulisan buku ini," urainya usai peluncuran.

Denny Indrayana berharap buku ini dapat memberi panduan tahapan apa yang perlu disiapkan, bagaimana meyiapkan alat bukti, dan akhirnya strategi hukum apa yang patut diajukan ke MK untuk menjadi pemenang Pemilu 2019.

Sementara itu, mantan Ketua MK Prof Mahfud MD sebagai keynote speech acara peluncuran buku karya Denny Indrayana memaparkan strategi itu harus tetap menjaga integritas sehingga kemenangan tetap diperoleh dengan cara-cara terhormat.

"Buku ini saya katakan sangat penting karena selain menjelaskan substansi dan prosedur juga menjelaskan jenis-jenis putusan yang membingungkan yang digali dari yurisprudensi dan landmark decision. Disitulah bisa menjadi kekayaan akademis," ucap mantan Ketua MK 2008-2013.

Kecewa Presidential Threshold

Denny Indrayana, selaku kuasa hukum, menyayangkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan kliennya terkait syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Denny mewakili 12 tokoh dan aktivis yang mengajukan gugagan terkait Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (pemilu).

Gugatan tersebut diajukan 12 orang tokoh dan aktivis, yang terdiri dari Hadar Nafis Gumay, Busyro Muqoddas, Chatib Basri, Faisal Basri, Danhil Anzhar Simanjuntak, Titi Anggraini, Hasan Yahya, Feri Amsari, Rocky Gerung, Angga Dwi Sasongko, Bambang Widjojanto, dan Robertus Robet.

"Kita sebenarnya menyayangkan MK enggak ambil kesempatan untuk memutus perkara ini sebelum pendaftaran capres dan cawapres kemarin karena bagaimanapun isu ini sangat penting dan ditunggu banyak kalangan," kata Denny seusai persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).

Denny juga menuturkan, ia tetap pada pandangannya bahwa syarat ambang batas tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Menurutnya, syarat tersebut tiba-tiba muncul, padahal tidak tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, lanjut Denny, hanya Indonesia yang menerapkan syarat pencalonkan presiden dan dikaitkan dengan hasil pemilu legislatif lima tahun sebelumnya.

"Sekali lagi, alasan dasar adalah dalam UUD 45 enggak ada satu kata pun terkait syarat ambang batas itu. Ini tiba-tiba muncul, kemudian syarat itu dikaitkan dengan hasil pemilu lima tahun sebelumnya," kata dia.

"Jadi Indonesia adalah satu-satunya dan menurut kami seharusnya ini dibatalkan," imbuh dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini juga mengkritisi soal proses sidang.

Denny menyebutkan soal dissenting opinion atau perbedaan pendapat yang tidak lagi dibacakan oleh majelis hakim.

Kendati demikian, sebagai negara hukum, ia tetap menghormati keputusan para majelis hakim tersebut.

Dengan putusan ini, artinya syarat pengusungan capres-cawapres tidak berubah.

Syarat tersebut yaitu parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.

Kuliah Beasiswa..?? Klik Disini

Gambar : TribunKaltim.co
Sumber : TribunKaltim.co

Reponsive Ads